foto: ajiraksa.blogspot.com |
Sudjiwo
tedjo mengatakan, jancok ibarat sebuah pisau. Fungsi dari pisau itu sendiri
dapat digunakan tergantung dengan pemakainya. Kalau digunakan oleh pembunuh
bisa sebagai alat untuk menghilangkan nyawa manusia, sedangkan kalau digunakan
oleh istri yang berbakti kepada keluarga bisa digunakan untuk memasak.
Menurut Edi
Samson, sebagai sejarawan asal Surabaya istilah ini berasal dari bahasa Belanda
yakni ‘yantye ook’, yang berarti ‘kamu juga’. Ada juga yang mengganggap kata
jancok bersal dari bahasa jepang ‘sudanco’ yang sudah ada sejak jaman romusha
(kerja paksa), yang berarti ‘ayo cepat’. Tapi karena kesalahan para pemuda
Surabaya, saat itu diplesetkan menjadi kata jancok.
Kata-kata
tersebut sudah sering diucapkan oleh anak-anak Indo-Belanda sejak tahun 1930an.
Perubahan kata menjadi jancok, dilakukan oleh pemuda Surabaya. Karena pada saat
itu terjadi kesenggangan kelas yang besar antara anak Indo-Belanda dengan
pemuda pribumi.
Anak
Indo-Belanda saat itu sering mengucapkan yantye ook, namun oleh pemuda pribumi kata-kata itu
sering menjadi olok-olokan mereka. Sehingga mereka sering memplesetkan kata
yantye ook menjadi kata yanty-ok atau secara lisan terdengar yantcook.
Warga
Pelemahan Surabaya, menganggap kata jancok berasal dari wilayah mereka. Secara
history Pelemahan merupakan salah satu kampung tertua yang ada di Surabaya.
Mereka menggap kata jancok merupakan akronim dari kata Marijan dan Ngencok.
Marijan adalah seorang warga yang berasal dari Pelemahan yang suka berubungan
sexual bebas tanpa mempunyai ikatan pernikahan, atau dalam bahasa Surabaya
biasah disebut Ngencok.
Ada yang
berasumsi bahwa kata jancok berasal dari kata Jaran (atau kuda) dan Ngencok
yang berarti kuda kawin. Asumsi inilah yang banyak desepakati oleh sebagian
besar warga Surabaya. Kata jancok berkembang sangat populer dikalangan warga
surabaya, kata ini menjadi simbol dan aksen sehari-hari warga Surabaya.
Dalam era
kemerdekaan kata jancok menjadi sangat populer, kata ini menjadi kata-kata
pengobar semangat para pejuang asal Surabaya saat itu. Dalam film dokumenter 10
November 1945, kata jancok menjadi kata untuk menyampaikan ekpresi kecewa,
marah dan semangat para pejuang.
Kata jancok
atau biasah disingkat dengan ‘cuk’, menjadi ciri khas komunitas di jawa timur
terutama pada daerah Surabaya dan Malang. Meski kata jancok sendiri memiliki
artian yang kurang sopan tapi, kata ini menjadi identitas bagi para komunitas
itu sendiri.
Kata jancok
biasah digunakan untuk memanggil diantar teman, normalnya kata ini digunakan
untuk mengungkapkan rasa amarah, emosi, kekesalan dan mengumpat pada orang
lain. Seiring perkembangan waktu kata jancok menjadi simbol keakraban dan
persahabatan dikalangan orang-orang jawa timur.
foto: https://sebangsa.com/jancok |
Meski
kata-kata jancok terbilang kata untuk menujukan keakraban sesama teman. Tapi
kata tersebut masih dianggap kurang sopan apabila digunakan untuk memanggil
orang yang lebih tua, karena kata jancok sebenarnya adalah kata yang kotor.
Kata Jancok
pada dasarnya merupakan gambaran warga surabaya yang mempunyai watak keras.
Ungkapan ini tidaklah salah, karena kata jancok sendiri mempunyai arti yang
kasar. Namun disisi lain masyarakat Surabaya dikenal sebagai masyarakat yang
menganut sistem egaliter. Sistem egaliter adalah sebuah perilaku sosial dalam
sebuah proses interaksi sosial yang tidak membeda-bedakan manusia, yang artinya
masyarakat Surabaya tidak membedakan status sosial dan drajat orang lain dalam
berinteraksi sehari-hari.
Komentar
Posting Komentar