sumber: cdn2.tstatic.net |
Jika kalian pernah menonton film Resident Evil atau serial televisi Walking Dead, yang sekarang begitu populer di Amerika. Pasti tidak asing lagi dengan zombie atau mayat hidup, yang penyebabnya karena terjangkit virus misterius.
Taukah
kalian? jika di dunia nyata terdapat penyakit zombie yang menyebabkan
penderitanya merasa bahwa dirinya itu zombie. Penyakit tersebut adalah syndrome cotard atau walking corpse syndrome.
Apa itu syndrome cotard?
Syndrome cotard atau yang juga dikenal walking coprse syndrome merupakan salah
satu penyakit kelainan neuropsikiatrik
(gangguan sistem saraf) yang langka. Penderita penyakit ini akan merasakan delusi
bahwa dia telah mati atau ada anggota tubuhnya yang menghilang.
Orang yang
menderita Syndrome cotard akan
merasakan bahwa dia telah kehilangan darah atau organ vitalnya serta
bagian-bagian ditubuhnya sudah membusuk dan berbau bangkai. Tapi, sebenarnya
orang tersebut tidak kehilangan bagian apapun pada tubuhnya.
Syndrome
cotard sering dikaitkan dengan penyakit schizophrenia
atau gangguan seseorang untuk berpikir, merasakan dan berpirilaku dengan
baik. Selain merupakan kelainan pada kejiwaan, penyakit ini dapat disebabkan
oleh gangguan yang terjadi pada otak. Terutama pada mereka yang mengalami
kecelakaan.
Walaupun
jarang, penderita syndrome cotard merasa
bahwa dirinya telah mati sehingga mereka mencoba bunuh diri untuk memastikan
bahwa mereka sesungguhnya telah meninggal. Hal ini yang menyebabkan syndrome cotard berbahaya bagi
penderitanya.
Istilah syndrome cotard pertama kali
diperkenalkan oleh seorang dokter neurologist asal perancis bernama Julius
Cotard.
Sekitar
tahun 1880, dokter Julius Cotard memeriksa seseorang pasien bernama
Mademoiselle yang mempunyai keluhan tidak biasa. Wanita itu mengklaim bahwa ia
tidak memiliki otak, saraf, usus, dada, dan perut. Selain itu, dia juga merasa
kekal dan hidup selamanya. Karena dia merasa hidupnya abadi, maka dia tidak
merasa membutuhkan makanan. Tidak lama kemudian wanita itu meninggal karena
kelaparan. Berdasarkan gejala yang dialami wanita tersebut, Julius Cotard
menyimpulkan bahwa dia mengalami sebuah sindrom. Dan sindrom tersebut diberi
nama syndrome cotard sesuai nama
penemunya.
Karena
penyakit syndrome cotard begitu langka,
penanganan yang tepat untuk penyakit ini masih belum ditemukan. Banyak
psikiater yang telah mencoba beberapa cara seperti terapi antipsikotik (penyakit gangguan mental) namun, tidak membuahkan
hasil apapun.
Gejala syndrome cotard muncul dalam 3 tahap
1.Tahap kecambah, dimana munculnya
gejala psychotic depression (deperesi
disertai dengan halusinasi) dan hypochondria
(kondisi dimana seseorang kawatir menderita suatu penyakit yang serius) pada
penderita.
2. Tahap pengembangan, terjadi perkembangan
secara penuh dari syndrome cotard yang disertai dengan delusi pada
penderitanya.
3. Tahap kronis lanjutan, dimana
delusi semakin parah muncul bersamaan dengan psychotic depression.
Walaupun
saat dilakukan diagnosa pada syndrome
cotard tidak ditemukan adanya halusinasi pada penderitanya, namun terjadi
penyangkalan realita seperti saat seseorang menderita schizophrenia (gangguan seseorang untuk berpikir).
syndrome cotard kebanyakan diderita oleh orang-orang yang ber umur 50 tahun. Dan
juga, tidak menutup kemungkinan anak-anak dan remaja. Namun jika ada penderita
berusia dibawah 25 tahun, maka dia juga mengalami bipolar
depression (suatu gangguan penyakit yang berhubungan dengan perubahan
suasana hati). syndrome cotard
kebanyakan diderita oleh para wanita, karena mereka gampang mengalami depresi
setelah terjadi kecelakaan.
Jadi, bagaimana menyembuhkan syndrome cotard ?
Penderita syndrome cotard tentu bisa disembuhkan,
tapi itu semua tergantung dengan kondisi si penderita. Electoconvulsive
theraphy atau ETC merupakan pengobatan yang sering digunakan untuk menyembuhkan
syndrome cotard. Pengebotan ini
dilakukan pada seseorang yang mengalami depresi parah. Pengobatan ETC dilakukan
dengan menggunakan aliran listrik bersekala kecil menuju otak, yang mampu
menimbulkan kejangan kecil pada penderita dibawah pengaruh obat bius.
Namun,
pengobatan ETC dapat menimbulkan resiko yang lain seperti hilang ingatan,
kebingungan, dan sakit pada otot. Oleh karena itu, pengobatan ini dilakukan
apabila penderita syndrome cotard sudah
menjalani pengobatan yang lain.
Komentar
Posting Komentar